Dok. Internet Kirab Gunungan Salak dalam Festival Salak Wedi 2017, Kamis (26/1) |
Desa
Wedi Kecamatan Kapas merupakan desa yang memiliki perkebunan salak terluas di
Kabupaten Bojonegoro. Hampir setiap lahan milik warga yang tidak digunakan untuk
bangunan pasti terdapat pohon salak. Salak Wedi, begitulah orang-orang
menyebutnya. Mungkin sudah tidak asing di telinga masyarakat Kabupaten
Bojonegoro. Salak wedi yang banyak juga tersebar di Desa Wedi, Kalianyar,
Tanjungharjo dan sekitarnya ini digadang-gadang menjadi salah satu ikon andalan
Bojonegoro.
Meskipun
pohon Salak Wedi dapat dijumpai pula di desa lain, penamaan Salak Wedi tidak
lepas dari historisnya. Singkat cerita yang penulis ketahui dari mulut ke
mulut, Salak Wedi pertama kali ditanam oleh K.H. Basyir Mujtaba yang hidup pada
pertengahan tahun 1800-an. Ulama yang memiliki nama asli Mujtaba ini berasal
dari Dukuh Sekartoyo Desa Pacul Kecamatan Kota ini pernah nyantri cukup lama pada K.H. Kholil Bangkalan Madura. Karena dirasa
cukup mampu menguasai ilmu agama, beliau pulang ke desanya, Pacul.
Kala
itu masyarakat Desa Wedi masih abangan.
Karena prihatin akan hal tersebut, Kepala Desa Wedi waktu itu, H. Abu Bakar
serta cariknya, Abdul Jabbar berinisiatif untuk mendatangkan ulama dari luar
desa untuk mengajar ilmu agama dan membawa pengaruh baik kepada masyarakat desa.
Maka, diutuslah K.H. Basyir Mujtaba mengingat di Dukuh Sekartoyo,Pacul sudah
ada Kiyai. Beliau diboyong dari Dukuh
Sekartoyo ke Desa Wedi dengan diberi sebidang tanah yang luas untuk digunakan
sebagai sarana berdakwah.
Setelah
beberapa tahun singgah di Wedi, beliau sowan
kepada gurunya, K.H. Kholil untuk
menjaga silaturrahmi. Ketika pamit pulang, K.H Basyir Mujtaba diberi bibit
salak dan rembulung (pohon sagu –red) “sebagai oleh-oleh dari pondok,” kata
K.H. Kholil. Maka, ditanamlah kedua bibit tersebut di belakang rumah. Menurut
cerita, rumah beliau di antara Masjid Baiturrohman dan Makam Islam desa Wedi. Dari
situlah, akhirnya Salak Wedi berkembang biak dan bahkan tersebar hingga desa-desa
sekitarnya. Sedangkan rembulung tidak begitu berkembang, tetapi saat ini masih
bisa dijumpai di kebun sekitar masjid dan makam.
Sebagai
upaya mengenalkan, melestarikan warisan ulama’ desa ini sekaligus rangkaian haul
K.H. Basyir Mujtaba ke-94, tahun ini relawan desa yang diberi nama ‘Restu
Mujtaba’ bekerjasama dengan Pemerintah desa dan masyarakat setempat mengadakan event perdana yakni Festival Salak Wedi
2017 yang diselenggarakan pada Kamis (26/1).
Meskipun
perdana dihelat, festival ini mengundang perhatian warga dari berbagai daerah
di Bojonegoro bahkan luar Kabupaten. Antusiasme warga sangat tinggi sehingga
jalan raya yang dilalui kirab gunungan salak ditutup sementara. Pasalnya, usai sambutan-sambutan
di balai desa Wedi, gunungan tersebut diarak dari Balai Desa menuju Masjid
Baiturrohman Wedi dengan iringan tanjidor. Para pelajar mulai tingkat TK/sederajat
sampai ibu-ibu berpakaian kebaya dengan membawa baki berisi salak dan olahannya
pun turut meramaikan event ini. Di
festival ini pengunjung dapat menikmati ribuan salak gratis yang disediakan
petani salak dari 21 Rukun Tetangga (RT) di Desa Wedi. Puluhan ribu salak disediakan
di sepanjang jalan dimana event ini
dihelat. Selain itu, disediakan berbagai macam olahan salak misalnya keripik,
wingko, kerupuk, jenang, kopi salak, kare salak, juga kuliner lainnya. Juga
terapat hiburan orkes melayu guna mengiringi pengunjung dalam menikmati grebek
salak tersebut.
Meskipun panitia
melarang pengunjung untuk membawa pulang salak, namun penulis menjumpai tidak sedikit pengunjung membungkus salak tersebut dengan kantong plastik, bahkan ada
memenuhi tas ranselnya dengan salak. Alhasil, dalam sekejap, salak yang
jumlahnya puluhan ribu tersebut ludes.
Rencananya Festival Salak
Wedi akan ditetapkan menjadi event rutin
pada tahun-tahun mendatang. Melalui Festival ini diharapkan Wedi lebih dikenal
oleh masyarakat luas dan merupakan langkah awal warga setempat dalam mengupayakan
Desa Wedi menjadi kawasan agrowisata. Menurut hemat penulis, jika agrowisata
ini dikenal dan banyak dikunjungi oleh wisatawan, maka Salak Wedi mampu menjadi penggerak perekonomian, penghasilan yang didapat
warga setempat dari kebun juga meningkat sehingga mampu meningkatkan
kesejahteraan warga, ngrejekeni tur
mberkahi.
Jika ingin merasakan
sensasi memetik salak secara langsung, atau sekadar pengin tahu cara
mengawinkan bunga salak (Jangan salah, pohon salak juga butuh penghulu, lho), mari
berwisata ke kebun Salak Wedi..
0 komentar:
Posting Komentar