Senin, 06 Februari 2017

, ,

Festival Salak Wedi 2017; Langkah Awal Wujudkan Kawasan Agrowisata




Dok. Internet
Kirab Gunungan Salak dalam Festival Salak Wedi 2017, Kamis (26/1)

Desa Wedi Kecamatan Kapas merupakan desa yang memiliki perkebunan salak terluas di Kabupaten Bojonegoro. Hampir setiap lahan milik warga yang tidak digunakan untuk bangunan pasti terdapat pohon salak. Salak Wedi, begitulah orang-orang menyebutnya. Mungkin sudah tidak asing di telinga masyarakat Kabupaten Bojonegoro. Salak wedi yang banyak juga tersebar di Desa Wedi, Kalianyar, Tanjungharjo dan sekitarnya ini digadang-gadang menjadi salah satu ikon andalan Bojonegoro. 

Meskipun pohon Salak Wedi dapat dijumpai pula di desa lain, penamaan Salak Wedi tidak lepas dari historisnya. Singkat cerita yang penulis ketahui dari mulut ke mulut, Salak Wedi pertama kali ditanam oleh K.H. Basyir Mujtaba yang hidup pada pertengahan tahun 1800-an. Ulama yang memiliki nama asli Mujtaba ini berasal dari Dukuh Sekartoyo Desa Pacul Kecamatan Kota ini pernah nyantri cukup lama pada K.H. Kholil Bangkalan Madura. Karena dirasa cukup mampu menguasai ilmu agama, beliau pulang ke desanya, Pacul.

Kala itu masyarakat Desa Wedi masih abangan. Karena prihatin akan hal tersebut, Kepala Desa Wedi waktu itu, H. Abu Bakar serta cariknya, Abdul Jabbar berinisiatif untuk mendatangkan ulama dari luar desa untuk mengajar ilmu agama dan membawa pengaruh baik kepada masyarakat desa. Maka, diutuslah K.H. Basyir Mujtaba mengingat di Dukuh Sekartoyo,Pacul sudah ada Kiyai. Beliau diboyong dari Dukuh Sekartoyo ke Desa Wedi dengan diberi sebidang tanah yang luas untuk digunakan sebagai sarana berdakwah. 

Setelah beberapa tahun singgah di Wedi, beliau sowan  kepada gurunya, K.H. Kholil untuk menjaga silaturrahmi. Ketika pamit pulang, K.H Basyir Mujtaba diberi bibit salak dan rembulung (pohon sagu –red) “sebagai oleh-oleh dari pondok,” kata K.H. Kholil. Maka, ditanamlah kedua bibit tersebut di belakang rumah. Menurut cerita, rumah beliau di antara Masjid Baiturrohman dan Makam Islam desa Wedi. Dari situlah, akhirnya Salak Wedi berkembang biak dan bahkan tersebar hingga desa-desa sekitarnya. Sedangkan rembulung tidak begitu berkembang, tetapi saat ini masih bisa dijumpai di kebun sekitar masjid dan makam.

Sebagai upaya mengenalkan, melestarikan warisan ulama’ desa ini sekaligus rangkaian haul K.H. Basyir Mujtaba ke-94, tahun ini relawan desa yang diberi nama ‘Restu Mujtaba’ bekerjasama dengan Pemerintah desa dan masyarakat setempat mengadakan event perdana yakni Festival Salak Wedi 2017 yang diselenggarakan pada Kamis (26/1). 

Meskipun perdana dihelat, festival ini mengundang perhatian warga dari berbagai daerah di Bojonegoro bahkan luar Kabupaten. Antusiasme warga sangat tinggi sehingga jalan raya yang dilalui kirab gunungan salak ditutup sementara. Pasalnya, usai sambutan-sambutan di balai desa Wedi, gunungan tersebut diarak dari Balai Desa menuju Masjid Baiturrohman Wedi dengan iringan tanjidor. Para pelajar mulai tingkat TK/sederajat sampai ibu-ibu berpakaian kebaya dengan membawa baki berisi salak dan olahannya pun turut meramaikan event ini. Di festival ini pengunjung dapat menikmati ribuan salak gratis yang disediakan petani salak dari 21 Rukun Tetangga (RT) di Desa Wedi. Puluhan ribu salak disediakan di sepanjang jalan dimana event ini dihelat. Selain itu, disediakan berbagai macam olahan salak misalnya keripik, wingko, kerupuk, jenang, kopi salak, kare salak, juga kuliner lainnya. Juga terapat hiburan orkes melayu guna mengiringi pengunjung dalam menikmati grebek salak tersebut.

Meskipun panitia melarang pengunjung untuk membawa pulang salak, namun penulis menjumpai tidak sedikit pengunjung membungkus salak tersebut dengan kantong plastik, bahkan ada memenuhi tas ranselnya dengan salak. Alhasil, dalam sekejap, salak yang jumlahnya puluhan ribu tersebut ludes. 

Rencananya Festival Salak Wedi akan ditetapkan menjadi event rutin pada tahun-tahun mendatang. Melalui Festival ini diharapkan Wedi lebih dikenal oleh masyarakat luas dan merupakan langkah awal warga setempat dalam mengupayakan Desa Wedi menjadi kawasan agrowisata. Menurut hemat penulis, jika agrowisata ini dikenal dan banyak dikunjungi oleh wisatawan, maka Salak Wedi mampu menjadi penggerak perekonomian, penghasilan yang didapat warga setempat dari kebun juga meningkat sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan warga, ­ngrejekeni tur mberkahi. 

Jika ingin merasakan sensasi memetik salak secara langsung, atau sekadar pengin tahu cara mengawinkan bunga salak (Jangan salah, pohon salak juga butuh penghulu, lho), mari berwisata ke kebun Salak Wedi..

0 komentar:

Posting Komentar