Dok. Internet |
Namun, dalam praktiknya tak sedikit orang hanya sekadar memamerkan resolusi mereka di media sosial. Misalnya, “resolusi tahun ini berat badan turun dalam selang waktu tiga bulan,” tetapi kenyataannya setelah lebih dari waktu yang ditargetkan badannya tetap aja bongsor. “Resolusi tahun ini, harus membaca minimal satu buku dalam sehari,” tetapi faktanya sudah satu bulan berlalu, buka buku aja enggak, karena kuliah sedang libur #eh *nunjuk diri sendiri*. Meskipun saat awal tahun, kebanyakan orang sangat getol, optimis dan semangat -berkoar-koar untuk- memperjuangkan resolusi tersebut agar targetnya dapat tercapai. Tetapi jika semangat itu hanya utopis belaka dan tidak berusaha merealisasikannya di sepanjang tahun, bukankah tulisan yang “katanya” harapan besar tersebut sekadar ambisi dan kata-kata sampah di medsos yang hanya menjadi sisa yang terlupakan?.
Mungkin, bisa dibilang resolusi ini tren musiman. Bisa jadi orang membuat resolusi hanya untuk sekadar gengsi, biar dianggap kekinian, dianggap punya visi dan planning jangka panjang, atau candaan belaka. Labil. Namun, jika benar-benar serius, mengapa tidak mengevaluasi diri saja? Menilai apa yang telah kita perbuat selama ini. Terlalu banyak dosa kah kita selama satu tahun sebelumnya.
Selain itu, harus berusaha merealisasikan, meskipun naik cuma 1% lah, misalnya, menurut hemat penulis kuncinya adalah ‘progress’, dan mengingat lagi alasan kita menginginkan agar segala asa tersebut terwujud. Pun refleksi diri yang penting dilakukan ketika kita ingin menggapai target dan mengubah diri di satu tahun mendatang. Resolusi, atau apapun itu sebutannya, bukankah akan lebih indah jika kita belajar dan mengambil dari hasil refleksi diri kita sendiri?
Semoga semua resolusi tahun ini yang sudah dituliskan di media sosial bahkan menjadi viral tercapai, ya. Jangan sampai resolusinya menjelma menjadi ‘resolushit’.
0 komentar:
Posting Komentar