Dok. Internet |
Salah
satu teknologi yang dihasilkan adalah sosial media. Tidak heran jika ternyata
sosial media banyak digandrungi oleh masyarakat terutama remaja. Remaja adalah
masa transisi dari masa kanak-kanak yang berkembang menuju masa dewasa. Remaja
mengalami metamorfosis baik segi fisik maupun psikologinya. Tak ayal jika
remaja terkadang memiliki sifat moody dan
ego atau emosi yang meledak-ledak. Hal itu seakan sudah menjadi teman setianya.
Dilansir dari tabloidnova.com, Psikolog Less Parrott Ph.D menegaskan bahwa
tanda remaja yang sedang mencari jati diri, yakni pemberontakan. Dengan memberontak,
remaja memperlihatkan bahwa mereka adalah sosok yang berbeda dengan orang tua
atau pihak yang berwenang, misalnya sekolah.
Di
era digital ini, remaja seakan tidak bisa lepas dengan yang namanya sosial
media. Jika tidak mengenal internet dan antek-antenya seperti google, facebook, dan twitter dianggap kampungan, ndeso, dan kuper. Semua itu sepertinya sudah
menjadi kebutuhan primer remaja sekarang untuk menunjukkan eksistensinya. Pun terkadang
hanya spekulasi belaka yang seolah bisa menjadi kebanggaan tersendiri bagi
remaja. Hal tersebut tentu menimbulkan dampak yang besar. Dampak negatif dari sosial
media telah membabi buta merenggut moral remaja yang masih perlu pengawasan dan
bimbingan. Karena tanpa ada bimbingan dan pengawasan dari orang tua, mungkin
remaja akan bertindak sesuka hatinya. Sangat disayangkan jika waktunya hanya dihabiskan
untuk berselancar di sosial media, apalagi mengakses konten-konten negatif yang
saat ini mulai menyasar kalangan remaja yang notabene merupakan generasi
penerus bangsa.
Dulu,
semua serba bertatapan muka tapi kini semua dihadapkan pada tatapan maya. Hal
itu bisa membuat remaja kurang berempati di dunia nyata, terkesan individualis
dan acuh tak acuh dengan apa yang terjadi di sekitarnya. Mindset-nya terkontaminasi dengan
hal-hal yang pragmatis. Ironisnya lagi, setelah mengenal sosial media, pengguna
rentan cuap-cuap seenaknya, meluapkan
kekesalan dengan perkataan yang tidak sepatutnya, bualan yang tidak mendidik
bahkan mencaci tokoh besar, seperti yang baru-baru ini sedang booming. Ini menunjukkan bahwa pengguna
kurang bijak dan bajik dalam menggunakan sosial media.
Oleh
karena itu, sebagai generasi penerus bangsa, remaja dituntut untuk menyiapkan
bekal sedini mungkin agar nantinya bisa dijadikan pijakan dalam memimpin bangsa
mendatang. Apa bekalnya? Yang perlu disiapkan salah satunya adalah moral yang
baik. Tentunya jangan sampai gara-gara sosial media, remaja semakin diperbudak oleh
teknologi bahkan bobrok moralnya. Tak
lupa, remaja juga dituntut untuk mengembangkan potensi yang ada pada dirinya,
memberdayakan diri agar menjadi Sumber Daya Manusia (SDM) yang mumpuni sehingga
multitalent di berbagai bidang.
Remaja
perlu dibimbing agar memiliki moral yang baik melalui berbagai macam cara,
misalnya melalui keluarga, dalam hal ini orang tualah yang harus proaktif
mengawasi anaknya ketika remaja. Misalnya mengajarkan kecerdasan spiritual,
intelektual dan emosionalnya sejak dini, sering berkomunikasi secara langsung,
memberi nasihat, mengontrol saat anak bersinggungan dengan internet dan media
massa lainnya, mengarahkan untuk me-manage
waktu, dan menanamkan budaya membaca. Selain itu, peran lembaga pendidikan sangat
dibutuhkan. Diharapkan, lembaga pendidikan tak hanya menuntut untuk pintar di
ranah akademik, tapi juga turut serta membangun karakternya. Karena dengan
menanamkan sikap-sikap tersebut, akan mencetak generasi yang beradab, bukan
biadab. Jangan main-main, sebab perubahan zaman mustahil untuk dilawan.[]
0 komentar:
Posting Komentar